Kamis, 21 Juli 2011

Kenapa Memilih menggunakan Teknikal dibanding Fundamental

Dalam dunia trading terdapat dua kelompok analisis dalam forex trading adalah fundamental dan technical.

Untuk kelompok fundamental lebih pada memantau news, mencoba memperkirakan bagaimana reaksi market terhadap news tersebut, cuman kadangkala menggunakan teknik ini berita sering ketinggalan daripada pergerakan harga, sedangkan yang menggunakan analisa teknikal lebih banyak menggunakan indicator dalam melakukan transaksi.

Nah sebagai trader manakah yang kita pilih fundamental apa teknikal, Ada beberapa alasan kenapa kita lebih menggunakan teknikal daripada fundamental, yaitu sebagai berikut :

1. Hasil berupa angka
Hasil dari technical analysis itu berupa angka. Semua informasi dan dampaknya terhadap market dinyatakan dalam harga mata uang (pairs) yang langsung berupa angka.

2. Menunjukkan trend secara lebih jelas
Technical analysis secara jelas menunjukkan trend (kecenderungan arah) pergerakan harga pairs. Ini jelas satu hal yang paling penting. Bukankah sebagai trader, membaca trend adalah satu hal yang “wajib” dilakukan supaya kita bisa mengambil posisi yang tepat?

3. Pola-pola yang terjadi pada chart cenderung untuk berulang
History itu selalu berulang. Hal ini jelas terjadi pada pergherakan harga pairs dalam forex trading. Pola chart tertentu konsisten, dapat diandalkan dan berulang. Technical analysis sangat membantu kita untuk melihat pola-pola tersebut.

Nah, karena 3 alasan utama di atas para trader cenderung untuk lebih mengandalkan analisis teknikal sebagai dasar pengambilan keputusan dalam ber-trading.

Technical analysis tentunya tidak bisa lepas dari indicator, gimana sebaiknya menggunakan indikator, berikut penjelasan penggunaan beberapa indikator sebagai berikut :

1. Moving Average

Indicator ini paling sederhana dan paling mudah dipahami dan indikator ini sudah terpasang di trading platform.

Pada intinya indicator ini memberikan gambaran tentang nilai rata-rata bergerak untuk periode tertentu yang kita inginkan sehingga kita bisa melihat trend yang sedang terjadi pada time frame tertentu. Kita juga bisa menggunakan beberapa moving average untuk membaca apakah trend untuk jangka waktu yang lebih pendek memang berbeda dari jangka waktu yang lebih panjang untuk menentukan kapan kita masuk/keluar market.

2. MACD dan RSI
MACD digunakan untuk membaca momentum yang ada di sebuah trend. Sedangkan RSI digunakan untuk melihat kondisi market, apakah terjadi oversold mapuan overbought. Selain itu juga bisa digunakan apabila kita ingin melakukan divergence trading.

3. Fibonacci Retracement

Indicator ini cukup favorit, Fibonacci retracement secara umum menggambarkan pola-pola yang terjadi di alam semesta, termasuk juga dalam pergerakan harga pairs di forex trading.

Fibonacci retracement dapat digunakan untuk menentukan patokan level-level support-resistant untuk memperkirakan pergerakan selanjutnya harga sebuah pairs berdasarkan pola-pola yang ada.

4. candlestick.

Indikator ini wajib digunakan oleh setiap trader karena dengan melihat candlestick dapat memberikan informasi bagi trader.

Dari melihat bentuk-bentuk candlestick, kita bisa melihat apa sebenarnya yang terjadi di market, bagaimana tarik-menarik terjadi antara buyer-seller dan juga berapa volume transaksi yang akhirnya terjadi. Ini jelas merupakan informasi standart yang perlu diketahui dan dipahami oleh semua trader. Belum lagi dari melihat pola chart (chart pattern) yang terjadi dari sederetan candlestick, kita bisa memahami apa yang sedang terjadi, dan yang terpenting: apa yang bakalan terjadi di market sehingga kita bisa mengambil posisi yang tepat.


sekian.

Aaron oscillator

Aaron oscillator dapat digunakan untuk mengetahui trend yang sedang terjadi, dan juga dapat digunakan untuk menentukan sinyal beli atau jual. Aaron Oscillator adalah salah satu indikator yang cukup unik. Kalau kita perhatikan grafiknya seperti garis zig-zag. Ada dua garis, yaitu “Aroon up” dan “Aroon down”. Aroon up digunakan untuk mengukur kekuatan uptrend, sedangkan Aroon down digunakan untuk mengukur kekuatan downtrend.

Aaron oscillator memiliki nilai dari 0-100. Bila garis Aaron up berada di atas 70 dan Aaron down berada di bawah 30, market sedang bullish. Sedangkan sebaliknya, bila Aaron down berada di atas 70, dan Aaron up berada_dibawah 30 berarti pasar sedang bearish. Bila garis Aroon Up dan Aroon Down bergerak di antara garis tengah (50), maka pasar berada di fase konsolidasi (sideways)

Sedangkan untuk menentukan sinyal beli, perhatikan garis Aaron up. Jika garis ini menembus level 70, ambil posisi beli. Hold posisi selama garis Aaron up berada di atas garis Aaron down. Tutup posisi bila garis Aaron up bergerak ke bawah dan menembus level 50. Anda juga perlu mempertimbangkan untuk menutup posisi bila garis Aaron down tiba-tiba naik ke atas.

Untuk menentukan sinyal jual, perhatikan garis Aaron down. Jika garis ini menembus level 70, ambil posisi jual. Hold posisi selama garis Aaron down berada di atas garis Aaron up. Tutup posisi bila garis Aaron down bergerak ke bawah dan menembus level 50. Anda juga perlu mempertimbangkan untuk menutup posisi bila garis Aaron up tiba-tiba naik ke atas.

Rabu, 20 Juli 2011

Faktor Penentu Nilai Tukar Mata Uang

Selain faktor seperti suku bunga dan inflasi, nilai tukar mata uang adalah salah atu faktor paling penting dari kondisi ekonomi relatif sebuah negara. Nilai tukar memainkan peran vital dalam tingkat perdagangan sebuah negara, dimana merupakan sesuatu yang paling kritis bagi mayoritas ekonomi pasar bebas di dunia. Karena alasan ini, nilai tukar mata uang adalah diantara yang paling diamati, dianalisis dan diatur kebijakannya oleh

Selain faktor seperti suku bunga dan inflasi, nilai tukar mata uang adalah salah atu faktor paling penting dari kondisi ekonomi relatif sebuah negara. Nilai tukar memainkan peran vital dalam tingkat perdagangan sebuah negara, dimana merupakan sesuatu yang paling kritis bagi mayoritas ekonomi pasar bebas di dunia. Karena alasan ini, nilai tukar mata uang adalah diantara yang paling diamati, dianalisis dan diatur kebijakannya oleh pemerintah. Tetapi nilai tukar juga berpengaruh pada skala yang lebih kecil juga, mereka mempengaruhi imbal hasil riil dari investasi seseorang. Disini kita akan melihat beberapa faktor utama dibalik pergerakan mata uang.

Sebelum kita melihatnya, kita harus menggambarkan bagaimana pergerakan mata uang mempengaruhi hubungan dagang antar negara. Nilai tukar mata uang yang lebih tinggi akan membuat ekspor sebuah negara lebih mahal dan impor lebih murah di pasar luar negeri, dan sebaliknya. Nilai tukar yang lebih tinggi juga diekspektasi akan menurunkan neraca dagang sebuah negara, sedangkan yang lebih rendah akan meningkatkannya.

Penentu Nilai Tukar Mata Uang
Banyak faktor yang menentukan nilai tukar mata uang, dan kesemuannya berkaitan dengan hubungan perdagangan antara dua negara. Yang perlu diingat adalah bahwa nilai tukar ini relatif, dan diekspresikan sebagai sebuah perbandingan dari mata uang dua negara. Faktor-faktor ini juga tidak dalam susunan tertentu, seperti banyak aspek di ekonomi, kepentingan relatif dari faktor-faktor ini masih menjadi subyek dari banyak debat ahli ekonomi.

1. Diferensiasi Inflasi
Sebagai sebuah aturan umum, sebuah negara dengan tingkat inflasi rendah yang konsisten akan memperlihatkan nilai mata uang yang meningkat, seiring dengan peningkatan daya beli relatif dibanding dengan mata uang lain. Selama setengah abad terakhir, negara-negara dengan inflasi rendah termasuk Jepang, Jerman dan Swiss, sedangkan Amerika Serikat dan Kanada mencapai inflasi rendah belum selama negara-negara yang disebutkan diawal. Negara-negara yang memiliki inflasi yang lebih tinggi biasanya akan melihat depresiasi pada mata uang mereka dalam hubungan kepada mata uang dari partner dagang mereka. Hal ini juga biasanya dibarengi oleh suku bunga yang lebih tinggi.

2. Diferensiasi Suku Bunga
Suku bunga, inflasi dan nilai mata uang sangat memiliki korelasi yang tinggi. Dengan mengatur suku bunga, bank sentral mencoba mengatur pengaruh dari inflasi dan nilai mata uang, dan perubahan suku bunga akan berimbas pada inflasi dan nilai mata uang. Suku bunga yang lebih tinggi menawarkan para kreditur dalam ekonomi sebuah imbal hasil yang lebih tinggi relatif terhadap negara lain. Karena itu, suku bunga yang lebih tinggi akan menari modal asing dan menyebabkan nilai mata uang akan meningkat. Imbas dari suku bunga yang lebih tinggi akan berkurang jika inflasi sebuah negara lebih tinggi dibanding dengan negara lain, atau jika faktor tambahan menarik turun nilai mata uang. Dan begitu juga dalam kondisi sebaliknya, yang karena itu suku bunga lebih rendah cenderung menurunkan nilai mata uang.

3. Defisit Neraca Berjalan
Neraca berjalan adalah keseimbangan perdagangan antara sebuah negara dengan partner dagangnya, yang merefleksikan semua pembayaran antara negara untuk barang, jasa, suku bunga dan dividen. Defisit dalam neraca berjalan menandakan bahwa sebuah negara lebih banyak membeli dari luar negeri dibanding dengan menjualnya, dan meminjam modal dari sumber luar negeri untuk membiayai defisit tersebut. Dalam kata lain, negara membutuhkan lebih banyak mata uang asing daripada apa yang diterimanya dari penjualan untuk ekspor, dan menyuplai lebih banyak mata uangnya sendiri dibanding dengan tingkat permintaan luar negeri untuk produk-produknya. Tingkat permintaan berlebih untuk mata uang asing akan menurunkan nilai tukar mata uang sebuah negara sampai barang dan jasa domestik lebih murah untuk pelaku pasar asing, dan aset asing tidak terlalu mahal untuk menghasilkan penjualan bagi minat domestik.

4. Hutang Publik
Negara akan menghasilkan sebuah pembiayaan defisit dalam skala besar untuk membiayai proyek publik atau masyarakat dan pendanaan pemerintah. Walaupun aktivitas seperti itu akan menstimulasi ekonomi domestik, negara yang memiliki defisit dan hutang publik besar menjadi kurang menarik bagi investor asing. Alasannya? Hutang yang besar akan memicu inflasi, dan jika inflasi meninggi, hutang tersebut akan dibayar dengan nilai tukar yang rendah dimasa mendatang.

Dalam skenario terburuk, pemerintah mungkin akan mencetak lebih banyak uang untuk membayar sebagian dari hutang-hutang tersebut, tetapi hal ini akan meningkatkan suplai uang yang pastinya akan meningkatkan inflasi. Lebih jauh, jika sebuah pemerintah tidak mampu menangani defisit melalui usaha domestik (seperti menjual obligasi dan meningkatkan suplai uang), lalu mereka harus meningkatkan jumlah surat berharga untuk dijual ke pelaku pasar asing, sehingga akan menurunkan nilai tukarnya. Akhirnya, sebuah hutang yang besar akan menimbulkan kecemasan bagi pihak luar jika mereka yakin mengenai resiko gagal bayar sebuah negara. Untuk alasan ini, peringkat hutang sebuah negara (seperti yang disediakan Moody's Investor dan Fitch Rating) adalah sebuah penentu penting bagi nilai tukar mata uang.

5. Ketentuan Perdagangan
Sebuah rasio yang membandingkan antara harga ekspor dengan harga impor, ketentuan perdagangan berkaitan dengan negara berjalan dan keseimbangan pembayaran. Jika harga ekspor sebuah negara meningkat lebih besar daripada impor, hal ini bisa dikatakan ketentuan perdagangannya membaik. Meningkatkan ketentuang dagang menunjukkan tingkat permintaan lebih tinggi untuk ekspor negara tersebut. Hal ini, sebaliknya, akan menghasilkan peningkatan pendapatan dari ekspor, yang menyediakan peningkatan permintaan untuk mata uang negara (dan akan meningkatkan nilai mata uang). JIka harga ekspor meningkat dalam level yang lebih kecil daripada impornya, nilai mata uang akan menurun dibandingkan dengan partner dagangnya.

6. Stabilitas Politik dan Kinerja Ekonomi
Investor asing pastinya akan mencari negara yang stabil dengan kinerja ekonomi yang baik dimana mereka akan menginvestasikan uangnya. Sebuah negara dengan atribut positif seperti itu akan menarik dana investasi dari negara lain yang memiliki tingkat resiko politik dan ekonomi yang lebih tinggi. Kekacauan politik, contohnya, bisa menyebabkan hilangnya keyakinan pada mata uang dan adanya perpindahan modal menuju mata uang dari negara yang lebih stabil.

Penutup
Nilai tukar mata uang akan menentukan imbal hasil investasi riil. Mata uang yang menurun secara jelas akan mengurangi daya beli dari pendapatan dan keuntungan modal yang didapat dari jenis investasi apapun. Lebih lanjut, nilai tukar mata uang akan mempengaruhi faktor pendapatan lain seperti suku bungam inflasi dan bahkan keuntungan modal dari surat berharga domestik. Nilai tukar mata uang memang dihasilkan dari sejumlah faktor komplek yang bahkan bisa membuat banyak ahli ekonomi masih kebingungan, investor harus sedikit banyak mengerti bagaimana nilai mata uang dan daya tukarnya memainkan peranan penting dalam tingkat investasi yang dibuatnya.

Faktor yang menentukan Harga Emas

Sejak sebelum masehi, emas telah mendapatkan tempatnya sebagai sesuatu yang berharga, dimana orang Mesir kuno melakukan peleburan emas pertama pada sekitar 3.600 SM. Seribu tahun kemudian, perhiasan emas muncul ketika pedagang emas dari Mesopotamia kuno membuat berbagai bentuk perhiasan walaupun masih ditujukan untuk symbol-simbol adat. Sejak awal, umat manusia telah terpesona dengan emas, dan keinginan untuk memilikinya telah menyebabkan pencarian emas besar-besaran dan bahkan sampai memicu perang.

Saat ini, emas dicari bukan hanya untuk tujuan investasi dan pasar perhiasan yang kuat, tetapi juga digunakan dalam pembuatan perangkat elektronik dan medis tertentu. Emas (per Mei 2011) berada di sekitar $1,540 per ounce dan telah membuat rekor tertinggi. Faktor apa yang mendorong pergerakan harga logam mulia ini?


Cadangan Bank Sentral
Bank-bank sentral memegang mata uang kertas dan emas sebagai cadangan. World Gold Council telah menyatakan bahwa bank sentral baru-baru ini mulai membeli emas lebih dari yang mereka jual, yang pertama kali ini terjadi dalam beberapa dekade. Seiring bank sentral melakukan diversifikasi cadangan moneter mereka - menjauh dari mata uang kertas yang telah mereka akumulasi dan beralih ke emas - harga emas naik. Banyak negara di dunia memiliki cadangan devisa yang mayoritas terdiri dari emas, termasuk Amerika Serikat, Jerman, Italia, Prancis, Portugal, Yunani dan wilayah Eropa lainnya. Belum lagi untuk kawasan Asia dengan Cina menjadi pemburu emas terbesar seirng dengan membumbungnya cadangan devisa mereka.

Nilai Dollar AS
Harga emas umumnya berbanding terbalik dengan nilai dolar Amerika Serikat: dolar AS yang lebih kuat cenderung untuk menjaga harga emas lebih rendah dan lebih terkontrol, dolar AS yang lebih lemah cenderung mendorong harga emas lebih tinggi. Hal ini karena orang memiliki kecenderungan untuk berinvestasi dan berdagang dalam dolar saat dolar kuat. Selama masa ketidakpastian ekonomi dan ketika dolar lemah, bagaimanapun, orang lebih memilih untuk berinvestasi di emas, melalui instrument seperti gold fund atau koin.

Permintaan Perhiasan dan Permintaan Industri Global
Pada tahun 2010, perhiasan menyumbang sekitar 54% dari permintaan emas, yang mencapai 3.812 ton, menurut World Gold Council dan The London Bullion Market Association. India, Cina dan Amerika Serikat adalah konsumen terbesar untuk perhiasan emas dalam hal volume. Permintaan konsumen di Cina, misalnya, selama dua bulan pertama tahun 2011 mencapai 200 ton - peningkatan besar dari tahun sebelumnya, yang memakan waktu 10 bulan untuk mencapai 209 ton. 12% lainnya dari permintaan disebabkan keperluan medis dan industri emas, di mana emas digunakan dalam pembuatan alat-alat medis dan elektronik presisi seperti alat GPS. Harga emas dapat dipengaruhi oleh teori dasar penawaran dan permintaan: seiring permintaan barang konsumen seperti perhiasan dan meningkatnya kebutuhan elektronik, biaya emas dapat meningkat.

Perlindungan Kekayaan
Selama masa ketidakpastian ekonomi, seperti yang terlihat selama resesi tahun 2007-2008, lebih banyak orang beralih ke investasi di emas karena daya tahan nilainya. Emas sering dianggap "aman" bagi investor pada saat yang tidak menentu. Ketika pengembalian actual yang diharapkan dari ekuitas, obligasi, dan real estate jatuh, minat dalam investasi emas meningkat, sehingga menaikkan harganya. Emas dapat digunakan sebagai lindung nilai terhadap mata uang, devaluasi inflasi atau deflasi. Selain itu, emas dipandang sebagai perlindungan dari ketidakstabilan politik, sebagaimana dibuktikan oleh kerusuhan baru-baru ini di Timur Tengah dan Afrika Utara), yang mungkin ikut memberikan pengaruh atas rally emas baru-baru ini emas ke tertinggi baru.

Produksi Emas
Produsen utama dalam pertambangan emas di seluruh dunia termasuk Cina, Afrika Selatan, Amerika Serikat, Australia, Federasi Rusia dan Peru. Produksi emas dunia akan selalu mempengaruhi harga emas, contoh lain dari penawaran dan permintaan. Produksi tambang emas meningkat sekitar tiga persen pada 2010 menjadi sekitar 2.652 ton, karena beberapa tambang skala besar baru mulai beroperasi. Meskipun adanya peningkatan kecil ini, bagaimanapun, produksi tambang emas telah menurun sejak awal tahun 2000. Salah satu faktor utamanya adalah semua "emas mudah" sudah ditambang, penambang sekarang harus menggali lebih dalam untuk mengakses cadangan emas berkualitas. Fakta bahwa emas lebih menantang untuk diakses menimbulkan masalah tambahan: para penambang terkena bahaya tambahan, dan dampak lingkungan akan meningkat. Singkatnya, akan ada biaya lebih mahal untuk mendapatkan emas yang lebih sedikit. Ini menambah biaya produksi tambang emas, mengakibatkan kenaikan harga emas.

Penutup
Kita telah lama, dan kemungkinan akan terus, terpikat oleh emas. Resesi baru-baru ini telah menimbulkan ‘rush’ era modern pada emas. Permintaan untuk emas, jumlah emas di cadangan bank sentral ', nilai dolar AS dan keinginan untuk memegang emas sebagai lindung nilai terhadap devaluasi inflasi dan mata uang, membantu semua mempengaruhi pergerakan harga emas, salah satu logam mulai di dunia.

Dow Theory

Umurnya sudah lebih dari 100 tahun dan teori ini telah banyak dijadikan dasar dalam melakukan analisa teknikal. Teori Dow diformulasikan dari serangkaian artikel di Wall Street Journal yang digawangi oleh Charles H. Dow dari 1900 sampai 1902, dimana ia meninggal dunia. Editorial dan artikel ini menggambarkan keyakinan Dow mengenai bagaimana pasar saham

Umurnya sudah lebih dari 100 tahun dan teori ini telah banyak dijadikan dasar dalam melakukan analisa teknikal. Teori Dow diformulasikan dari serangkaian artikel di Wall Street Journal yang digawangi oleh Charles H. Dow dari 1900 sampai 1902, dimana ia meninggal dunia. Editorial dan artikel ini menggambarkan keyakinan Dow mengenai bagaimana pasar saham berperilaku dan bagaimana pasar dapat dijadikan ukuran dalam melihat lingkungan bisnis.

Dow belum sempat menerbitkan teori lengkapnya terhadap pasar, tetapi beberapa rekan dan pengikutnya telah mempublikasikan hasil kerjanya yang telah diperluas ruang lingkupnya.

Dow yakin bahwa pasar saham secara keseluruhan adalah sebuah patokan yang terpercaya mengenai kondisi bisnis didalam ekonomi dan dengan menganalisa keseluruhan pasar, seseorang dapat dengan akurat melihat kondisi tersebut dan mengidentifikasi arah pergerakan pasar.

Teori pertamanya ia gunakan untuk membentuk Dow Jones Industrial Index dan Dow Jones Rail Index (sekarang indeks transportasi), yang sebenarnya dikumpulkan oleh Dow untuk Wall Street Journal. Dow menciptakan indeks-indeks ini karena ia merasa mereka adalah gambaran akurat dari kondisi bisnis didalam ekonomi karena mereka mencakup dua segmen ekonomi utama yaitu industri dan transportasi. Walaupun indeks-indeks tersebut telah mengalami banyak perubahan dalam 100 tahun terakhir, teorinya masih digunakan pada indeks pasar saat ini.

Banyak dari alat analisa teknikal yang kita kenal saat ini memiliki dasar dari teori Dow. Karena alasan ini, pelaku pasar dan trader seharusnya mengetahui enam elemen dasar dari Dow Theory.

I. Pasar Mendiskon Apapun
Elemen mendasar pertama dari teori Dow mengemukakan bahwa semua informasi, baik saat ini, masa lalu bahkan masa depan, telah didiskon atau diserap kedalam pasar dan tercermin pada harga saham dan indeks.

Informasi tersebut termasuk semuanya mulai dari emosi investor sampai ke data inflasi atau data ekonomi lainnya, juga pengumuman laporan keuangan perusahaan yang akan dibuat setelah pasar tutup. Berdasarkan asumsi ini, informasi yang tidak termasuk adalah sesuatu yang tidak diketahui seperti bencana alam. Tetapi bahkan resiko dari kejadian tersebut telah diserap kedalam pasar.

Penting untuk diingat bahwa ini tidak menggambarkan kemampuan dari pelaku pasar atau bahkan pasar itu sendiri untuk mengetahui kejadian di masa depan. Lebih kearah, dalam beberapa periode waktu, semua faktor yang telah terjadi dan diekspektasi akan terjadi telah diserap oleh pasar. Seiring adanya perubahan, seperti resiko pasar, pasar menyesuaikan hal ini dengan harga, merefleksikan informasi baru.

Ide bahwa pasar mendiskon apapun sebenarnya bukan hal baru bagi analis teknikal, karena ini adalah dasar yang digunakan oleh banyak alat analisa teknikal. Karenanya, dalam analisa teknikal, seseorang hanya perlu melihat pergerakan harga, dan tidak faktor lain seperti neraca keuangan.

Seperti analisa teknikal utama lainnya, teori Dow sangat berpatokan pada harga. Namun, teori Dow lebih menitikberatkan pada pasar secara keseluruhan daripada hanya beberapa saham tertentu.

Jadi teori Dow ini menitikberatkan pada analisa pasar secara keseluruhan melalui pergerakan harga sebuah indeks saham dari pasar modal. Juga patut diperhatikan bahwa teori Dow ini berfokus pada pergerakan harga dan tren indeks, implementasi juga bisa digabungkan dengan elemen analisa fundamental. Walaupun begitu banyak pihak mengatakan bahwa teori Dow lebih cocok sebagai alat analisa teknikal.

II. Pasar Tiga Tren
Bagian penting dari teori Dow adalah mengenali arah pasar secara keseluruhan. Untuk bisa melakukan ini, teori Dow menggunakan analisa tren.

Nah, dengan begitu anda harus mengerti terlebih dahulu mengenai metode analisa garis tren. harga memang bergerak dalam sebuah arah umum tetapi bukan berarti harga bergerak dalam garis lurus. harga akan cenderung membentuk harga tertinggi (peak) lalu kemudian membentuk low (trough), tetapi akan cenderung bergerak dalam satu arah.

Umumnya tren dibagi menjadi tiga jenis, yaitu naik (uptrend), turun (downtrend), dan menyamping (sideway trend). Agar pergerakan harga bisa diklasifikasikan sebagai sebuah tren naik, pembentukan harga tertinggi (peak) baru harus bisa lebih tinggi dari peak sebelumnya dan ketika pergerakan harga tersebut membentuk low (trough), trough ini tidak boleh melewati trough sebelumnya. Berlaku sebaliknya untuk tren turun.

Dow Theory

Teori Dow mengidentifikasi tiga jenis tren dalam pasar yaitu primer, sekunder, dan minor. Sebuah tren primer adalah tren yang paling besar dan bertahan lebih dari satu tahun, sedangkan tren sekunder adalah tren menengah yang bertahan tiga minggu sampai tiga bulan dan sering diasosiakan sebgai pergerakan yang berlawanan dengan tren primennya. Dan yang teakhir, tren minor, bertahan kurang dari tiga minggu dan diasosiasikan sebagai pergerakan didalam tren menengah.

Tren Primer
Dalam teori Dow, tren primer adalah sebuah tren mayor (besar) yang terjadi didalam pasar, dimana menjadi yang paling penting untuk ditentukan. Hal ini karena tren besar ini akan mempengaruhi semua pergerakan harga dan juga akan mempengaruhi tren sekunder dan minor.
Dow mengatakan bahwa tren primer biasanya akan berlangsung antara satu sampai tiga tahun tetapi masih bisa bervariasi.

Dengan tidak mengecualikan panjang waktu tren, tren primer masih akan memiliki efek sampai adanya konfirmasi pembalikan arah (reversal). Sebagai contoh, jika dalam sebuah tren naik harga ditutup dibawah harga terendah sebelumnya yang dibentuk melalui trough, ini dapat menjadi sinyal bahwa pasar bergerak ke arah bawah, dan tidak bergerak ke harga yang lebih tinggi.

Dow Theory

Dalam menganalisa tren, salah satu yang paling sulit adalah untuk menentukan seberapa lama pergerakan harga akan berlangsung dalam tren primer sebelum nantinya berbalik arah. Aspek paling penting adalah mengidentifikasi arah tren ini dan membuat posisi yang searah, bukan melawannya, ingat tren adalah teman, sampai adanya sinyal bahwa tren primer akan berbalik arah.

Tren Sekunder
Kalau tren primer adalah arah utama dalam pergerakan harga pasar. Sebaliknya, tren sekunder bergerak berlawanan arah denagn tren primer, atau sebagai koreksi dari tren primer.

Sebagai contoh, jika tren primernya adalah naik maka tren sekunder adalah pergerakan koreksi dari tren primer atau pembentukan harga terendah yang lebih tinggi dari harga terendah sebelumnya. Berlaku juga untuk kebalikannya jika tren primernya adalah turun.

Karena tren sekunder ini dianggap sebagai pergerakan koreksi dari tren primer, yang perlu diingat adalah pergerakan koreksi ini tidak menjadi pembalikan arah atau reversal.

Dow Theory

Secara umum, tren sekunder bertahan selama tiga minggu sampai tiga bulan, sedangkan retracement dari tren sekunder berkisar antara sepertiga sampai duapertiga dari pergerakan tren primer. Contoh, jika tren primer sebuah indeks saham bergerak dari 10,000 sampai 13,000 (3,000 poin), maka tren sekundernya diharapkan akan membuat indeks tadi turun setidaknya 1,000 poin (sepertiga dari 3,000 poin).

Karakter penting lainnya dari tren sekunder adalah pergerakan harga di tren ini cenderung lebih fluktuatif dibandingkan dengan tren primernya.

Tren Minor
Tipe terakhir dari tiga jenis tren dalam teori Dow, tren minor, umumnya berlangsung kurang dari tiga minggu. tren minor secara umum adalah pergerakan koreksi dari tren sekunder.

Karena tipikalnya yang jangka pendek dan fokus jangka panjang pada teori Dow, tren minor bukan merupakan perhatian utama bagi orang-orang yang menggunakan teori ini. Tetapi bukan berarti ini menjadi tidak relevan, tren minor harus diperhatikan karena menjadi bagian dari tren yang lebih besar yaitu sekunder dan primer.

Fokus dan perhatian utama dari teori Dow adalah tren primer dan sekunder, sedangkan tren minor hanya dianggap sebagai pelengkap saja. Jika terlalu banyak berfokus pada tren minor, ini bisa memicu adanya transaksi yang tidak rasional karena trader perhatiannya akan terganggu oleh pergerakan harga jangka pendek dan kehilangan pandangan jangka panjang.


III. Tiga Fase Tren Primer

Karena tren primer adalah tren yang paling vital untuk dipahami, teori Dow mengkategorikan tiga fase yang terjadi didalam sebuah tren primer, yaitu fase akumulasi (distribusi), fase partispasi publik, dan fase pelampauan (excess). Coba kita tengok bagaiman aplikasi ketiga fase ini dalam pasar bullish dan bearish.

Pasar Bullish (Tren Primer Naik)
Fase Akumulasi
Fase awal terbentuknya pasar bullish adalah fase akumulasi, yang merupakan dimulainya pergerakan tren naik. Ini juga dianggap sebagai titik dimana investor-investor yang mengetahui mengambil posisi dipasar.

Fase akumulasi biasanya muncul diakhir sebuah tren turun, ketika semuanya terlihat buruk. Tetapi fase ini juga merupakan waktu ketika pasar berada dilevel paling menarik karena pada titik ini kebanyakan berita buruk telah diserap oleh pasar, karena itulah downside risk-nya menjadi terbatas dan menawarkan valuasi yang menarik.

Tetapi, fase akumulasi ini bisa menjadi sesuatu yang sulit untuk diidentifikasi karena muncul diakhir tren turun, yang bisa saja ternyata hanya pergerakan rebound atau tren sekunder bukan menjadi awal sebuah tren baru. fase ini juga dikarakteristikan dengan adanya pesimisme pasar yang kuat, dengan banyak investor berpikir bahwa kondisi hanya akan semakin buruk.

Dari sisi teknikal, awal dari fase akumulasi ini ditandai dengan dimulainya fase konsolidasi di pasar. Ini terjadi ketika tren turun mulai terlihat datar seiring dengan tekanan jual yang berkurang.

Sebuah tren naik baru akan dikonfirmasi jika harga tidak membuat harga terendah baru jika dibandingkan dengan harga terendah sebelumnya.

Fase Partisipasi Publik
Ketika investor-investor yang memiliki informasi masuk pasar pada fase akumulasi, mereka melakukannya dengan asumsi bahwa yang terburuk telah berakhir dan pemulihan akan terjadi kedepannya. Seiring dengan kenaikan di fase ini, tren primen baru masuk kdelam fase yang dikenal dengan istilah fase partisipasi publik.

Di fase ini, sentimen negatif mulai berkurang seiring dengan kondisi bisnis yang semakin baik. Jika kabar-kabar baik mulai mengisi pasar, akan ada lebih banyak investor yang akan kembali masuk pasar.

Fase ini bukan hanya menjadi fase terpanjang, tetapi juga salah satu yang dibarengi oleh pergerakan harga terbesar.

Fase Pelampauan
Seiring dengan semakin besarnya kenaikan harga yang disebabkan kondisi bisnis yang baik dan jumlah pelaku pasar yang masuk semakin banyak, disinilah fase pelampauan dimulai.

Fase terakhir dalam tren naik ini adalah waktu bagi investor pintar untuk mulai keluar pasar. Dititik ini persepsinya adalah semuanya berjalan sangat baik dan hanya hal baik yang ada didepan. Dititik ini juga biasanya pembeli terakhir masuk pasar setelah terjadi kenaikan harga yang besar. Sayangnya mereka membeli disaat harga mendekati nilai tertinggi.
Selama fase ini, banyak perhatian harus diberikan pada sinyal-sinyal akan adanya pelemahan karena bisa saja menjadi pertanda bahwa tren naik akan berakhir dan akan berganti menjadi tren turun.

Pasar Bearish (Tren Primer Turun)
Fase Distribusi
Fase pertama dalam pasar bearish adalah fase distribusi, periode dimana pelaku pasar yang telah mendapatkan keuantungan mulai menjual (mendistribusikan) posisi mereka. Fase ini berlawanan dengan fase akumulasi pada pasar bullish. Pada fase ini, sentimen keseluruhan masih terus optimis dengan ekspektasi bahwa pasar akan terus bergerak naik.

Sama seperti fase akumulasi, fase distribusi juga sulit untuk diidentifikasi ditahap-tahap awal. Sebuah tren penurunan akan terkonfirmasi jika harga gagal membentuk tertinggi baru dibandingkan dengan tertinggi sebelumnya.

Fase Partisipasi Publik
Fase ini juga tidak jauh berbeda dengan fase partisipas pada pasar bullish, hanya perbedaan mendasarnya adalah mulai banyak pelaku pasar yang melepas posisinya dan kondisi pasar semakin buruk serta sentimen menjadi lebih negatif. Pasar akan terus bergerak turun seiring dengan naiknya aksi jual pelaku pasar.

Fase Panik
Ini adalah fase terakhir dari tren bearish yang memiliki kecenderungan adanya kepanikan yang ditandai dengan adanya aksi jual dalam jumlah yang sangat besar dengan waktu yang relatif singkat. Dalam fase panik ini, pasar diliputi sentimen negatif termasuk data ekonomi yang lemah dan bisnis perusahaan yang memburuk.

Biasanya banyak investor akan melepas posisinya dengan 'kepanikan' dan mereka-mereka ini adalah yang masuk pasar di fase pelampauan. Tetapi ketika pasar terlihat dilevel terburuknya fase akumulasi biasanya dimulai dan tren primer naik bisa mulai menunjukkan dirinya dan ini artinya siklus berulang dengan sendirinya.

Oscillator

Oscillator jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi osilator. Kelihatannya masih sangat tidak familiar. Oscillator disini mungkin dapat didefinisikan menjadi indikator momentum.

Pernah dengar istilah oscillator? Jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi osilator. Kelihatannya masih sangat tidak familiar. Oscillator disini mungkin dapat didefinisikan menjadi indikator momentum. Karena sebagian besar dari perangkat analisa teknikal dari oscillator berusaha untuk mengukur kekuatan momentum dari kenaikan atau penurunan harga.

Oscillator termasuk salah satu analisa teknikal yang banyak digunakan oleh para analis atau trader, namun mereka juga termasuk yang paling banyak salah dimengerti dan salah digunakan. Disini kita akan coba membahas konstruksi dari oscillator dan bagaimana dasar penggunaannya.

Tren pasar adalah arah umum dari pergerakan harga (naik, turun, dan menyamping). Momentum pasar adalah tingkat akselerasi dari kenaikan atau penurunan harga. Sebuah oscillator mengukur momentum pasar berdasarkan perhitungan matematika.

Dalam sebuah tren, harga akan mendapatkan, mempertahankan, atau kehilangan momentum. Penurunan momentum ketika tren naik atau turun (harga mengalami perlambatan kenaikan atau penurunan) adalah sebuah indikasi awal bahwa tren akan berubah. Ketika oscillator menunjukkan adanya penurunan momentum pada sebuah tren naik, ini biasanya adalah indikasi bahwa tren akan berhenti dengan harga nantinya akan bergerak menyamping atau bahkan berbalik arah menjadi tren turun. Hal yang sama juga terjadi pada tren turun, ketika oscillator menunjukkan adanya penurunan momentum dari tren turun, ini biasanya mengindikasikan potensi dari akhir sebuah tren turun.

Overbought dan Oversold

Level jenuh beli (overbought) dan jenuh jual (oversold) pada oscillator memberikan tambahan pemahaman terhadap pergerakan harga dan perilaku pasar. Pasar dianggap berada dalam keadaan overbought jika oscillator bergerak naik ke nilai tertinggi secara ekstrim dan oversold jika jika turun ke level terendah secara ekstrim. Pasar yang berada dalam kondisi overbought dan oversold diindikasikan akan mengalami konsolidasi atau perubahan arah tren nantinya.

Namun, trader dan investor tidak secara otomatis langsung membuat posisi jual ketika pasar berada dalam kondisi overbought dan membuat posisi beli ketika pasar berada dalam kondisi oversold. Walaupun strategi semacam ini mungkin bisa berhasil ketika pasar sedang bergerak dalam kisaran terbatas (range trading), tetapi akan sangat berbahaya jika kondisi pasar dalam keadaan tren mayor (trending market). Oscillator biasanya berada dalam kondisi overbought atau oversold hanya 10% dari periode pergerakan, 90% sisanya berada dalam kisaran antara kondisi overbought dan oversold.

Divergence

Fitur lain yang penting dalam oscillator adalah divergence antara tertinggi baru atau terendah baru di harga dan kegagalan oscillator untuk membuat tertinggi baru atau terendah baru. Bullish divergence terjadi ketika harga membuat terendah baru sedangkan oscillator gagal membuat terendah baru. Bearish Divergence terjadi ketika harga membuat tertinggi baru sedangkan oscillator gagal membuat tertinggi baru.

Divergence adalah indikasi atau sinyal awal dari perubahan tren harga. Ketika indikasi divergence di oscillator benar, hal ini membuat investor atau trader dapat membuat posisi beli dekat dengan harga terendah dan membuat posisi jual dekat dengan harga tertinggi. Sayangnya, oscillator-divergence seringkali salah. Bagaimanapun, sinyal yang diberikan oleh oscillator-divergence selalu berlawanan arah dengan tren yang sedang terjadi. Selama pergerakan harga dalam sebuah tren, bisa terdapat dua, tiga, atau bahkan lebih divergence sebelum tren akhirnya berubah arah. Namun, reliabilitas dari divergence dapat di improvisasi dengan menunggu konfirmasi harga terhadap sinyal oscillator. Kita akan melihat sinyal-sinyal divergence pada beberapa oscillator yang sangat populer.

MOMENTUM OSCILLATOR

Momentum oscillator membandingkan harga penutupan terakhir dengan harga penutupan pada periode yang ditentukan. Misalkan kita ingin menghitung garis momentum dengan periode sembilan hari, kurangkan harga penutupan sembilan hari lalu dengan penutupan hari ini. Jika kita menginginkan oscillator yang lebih cepat atau lambat, yang kita lakukan adalah menambah atau mengurangi periode waktu yang kita gunakan.

Rumus momentum oscillator adalah M = C – Cn, dimana C adalah harga penutupan terkini dan Cn adalah harga penutupan hari ke-n. Kita asumsikan bahwa n=9, kerika momentum oscillator dengan periode sembilan hari berada diatas garis nol dan bergerak naik, perubahan harga selama sembilan hari adalah positif dan bergerak naik. Hal ini bisa juga menandakan tren Bullish. Jika garis momentum bergerak datar, ini berarti pergerakan harga stabil dan cenderung menyamping (sideways). Ketika momentum oscillator mulai bergerak turun dari nilai diatas nol, kenaikan harga selama periode sembilan hari lebih kecil dari hari sebelum harga penutupan terakhir. Hal ini menandakan kecepatan tren naik mulai berkurang.

Momentum Oscillator

Ketika momentum oscillator dengan periode sembilan hari berada di bawah garis nol, harga penutupan saat ini berada dibawah harga penutupan sembilan hari yang lalu. Jika tren turun bertambah kekuatan bearishnya, garis momentum akan semakin bergerak turun menjauhi garis nol. Pembalikan arah pada oscillator di wilayah negatif mengindikasikan adanya perlambatan tren turun.

Momentum oscillator adalah leading indicator, oscillator akan bergerak bersamaan dengan pergerakan harga ketika tren naik maupun turun, dan akan berbalik arah ketika tren mulai melambat. Karena tren umumnya cenderung kehilangan momentum sebelum berbalik arah , momentum oscillator dapat memberikan sinyal awal kemungkinan adanya perubahan arah tren.

RATE OF CHANGE

Rate of Change atau yang biasa disingkat dengan ROC adalah oscillator lain yang membandingkan harga penutupan terakhir dengan harga penutupan pada periode waktu lalu yang telah ditentukan. ROC terlihat mirip dengan Momentum Oscillator dan juga diinterpretasikan dengan cara yang sama.

Untuk menghitung ROC dengan periode sembilan hari, bagi harga penutupan hari ini dengan harga penutupan sembilan hari yang lalu. Jika harga penutupan hari ini sama dengan harga penutupan sembilan hari yang lalu, ROC akan berada di angka 1. Jika harga penutupan hari ini berada di atas harga penutupan sembilan hari yang lalu, ROC akan berada di atas 1, begitu juga sebaliknya.

Rumus ROC adalah ROC = C / Cn, dimana C adalah harga penutupan terkini dan Cn adalah harga penutupan pada periode ke-n.

Rate Of Change

ROC dan momentum oscillator digunakan untuk melihat apakah sebuah tren mulai mendapatkan momentum atau kehilangan momentum. Selain itu, kedua indikator ini juga dapat menghasilkan divergence baik bullish maupun bearish. Dan divergence dapat memberikan sinyal awal jika terdapat kemungkinan perubahan arah tren.

Stochastic oscillator

Stochastic oscillator dikembangkan oleh George Lane pada 1950-an. Stochastic mengidentifikasi momentum pasar dengan menentukan posisi relatif harga penutupan diantara kisaran harga tertinggi dan terendah pada periode waktu tertentu.

Stochastic oscillator dikembangkan oleh George Lane pada 1950-an. Stochastic mengidentifikasi momentum pasar dengan menentukan posisi relatif harga penutupan diantara kisaran harga tertinggi dan terendah pada periode waktu tertentu. Contoh, Stochastic dengan periode 14 hari, mengukur lokasi dari harga penutupan didalam keseluruhan kisaran harga tertinggi dan terendah dari 14 periode sebelumnya. Stochastic mengekspresikan hubungan antara harga penutupan dengan harga tertinggi dan terendah sebagai persentase antara nol dan 100. Nilai Stochastic sebesar 80 atau lebih tinggi mengindikasikan bahwa harga penutupan berada dekat dengan nilai tertinggi dari kisaran pergerakan harga, sedangkan jika stochastic berada di 20 atau lebih rendah berarti harga penutupan berada dekat dengan nilai terendah dari kisaran pergerakan harga.

Dalam pergerakan tren naik yang cepat (robust uptrend), harga umumnya ditutup mendekati harga tertinggi dari kisaran harga saat itu, sedangkan dalam tren turun yang kuat (strong downtrend), harga biasanya ditutup dekat dengan harga terendah dalam kisaran harga saat itu. Ketika sebuah tren naik mendekati pembalikan arah, harga mulai ditutup menjauhi harga tertinggi dari kisaran yang terbentuk saat itu, dan ketika tren turun mulai melemah, harga cenderung ditutup menjauhi harga terendah dari kisaran saat itu.

Tujuan dari stochastic oscillator adalah memberikan sinyal bagi analis teknikal mengenai adanya kegagalan harga untuk ditutup didekat nilai tertingginya (failure of bulls) atau harga yang tidak mampu ditutup dekat dengan harga terendahnya (inability of bears). Selain itu indikator ini juga dapat digunakan untuk mencegah mengambil posisi beli di harga tertinggi (buy at the top) dan mengambil posisi jual di harga terendah (selling at the bottom). Dari indikator ini juga bisa didapatkan sinyal beli atau jual dan mendeteksi apakah pasar dalam keadaan jenuh beli (overbought) atau jenuh jual (oversold).

Stochastic di gambarkan dengan dua garis yaitu %K dan %D.

Rumus Stochastic:

%K = 100 [(C – Ln)/(Hn – Ln)]

C = Harga penutupan saat ini
Ln = Harga terendah dari periode ke-n
Hn = Harga tertinggi dari periode ke-n

%D = 100 (H3 / L3)

H3 = jumlah selama 3 hari dari (C – Ln)
L3 = jumlah selama 3 hari dari (Hn – Ln)

Stochastic Oscillator

nterpretasi dari Stochastic:

  1. Harga dalam keadaan jenuh beli (overbought) ketika stochastic berada diatas 80% dan jenuh jual (oversold) jika berada dibawah 20%.
  2. Prinsip stochastic: %K > %D = tren naik (bullish trend) %K < %D = tren turun (bearish trend)
  3. Divergence terjadi ketika indikator stochastic bergerak berlawanan arah dengan harga. Jika harga bergerak naik dan stochastic gagal untuk melewati nilai tertinggi sebelumnya, ini menandakan terjadinya bearish divergence. Sedangkan jika harga bergerak turun dan stochastic gagal membentuk nilai terendah baru berarti terindikasi terjadinya bullish divergence. Divergences biasanya digunakan untuk melihat adanya perubahan trend.

Contoh Bullish Divergence

Bullish Divergence on Stochastic

Pada gambar diatas terbentuk bullish divergence di area oversold dimana harga membentuk terendah baru sedangkan stochastic tidak mengikuti pergerakan harga tetapi cenderung bergerak naik. Sinyal beli dihasilkan ketika harga berhasil melewati garis tren (trendline).

ontoh Bearish Divergence

Bearish Divergence on Stochastic

Contoh gambar diatas memperlihatkan adanya bearish divergence yang terjadi di area overbought. Harga membentuk tertinggi baru sedangkan stochastic tidak. Stochastic cenderung bergerak turun. Sinyal jual dihasilkan ketika harga melewati garis tren (trendline).

Perlu diperhatikan bahwa Stochastic dapat menjadi indikator yang “menjebak” tetapi bukan berarti stochastic jadi indikator yang buruk. Maksud dari menjebak adalah stochastic dapat dengan cepat masuk ke area overbought ataupun oversold dan berada di area tersebut untuk beberapa waktu. Karena itu kombinasikan stochastic dengan indikator lainnya.

Parabolic SAR

Dalam mekanisme trading, pengalaman ditentukan oleh kemampuan trader dalam mengantisipasi pergerakan harga tertentu dan khusus dari sebuah produk keuangan. Banyak sekali indikator yang bisa digunakan untuk memprediksi pergerakan harga, tetapi tidak banyak yang bisa terbukti berguna dan mudah untuk di interpretasikan seperti parabolic SAR, apalagi untuk momentum jangka

Dalam mekanisme trading, pengalaman ditentukan oleh kemampuan trader dalam mengantisipasi pergerakan harga tertentu dan khusus dari sebuah produk keuangan. Banyak sekali indikator yang bisa digunakan untuk memprediksi pergerakan harga, tetapi tidak banyak yang bisa terbukti berguna dan mudah untuk di interpretasikan seperti parabolic SAR, apalagi untuk momentum jangka pendek.

Salah satu keunggulan utama dari indikator ini adalah tingkat kemudahan interpretasinya. Dalam artikel ini, kita akan coba melihat dasar-dasar yang digunakan dalam indikator ini dan mencoba menunjukkan aplikasinya dalam strategi trading.

Definisi
Parabolic SAR adalah indikator teknikal yang digunakan oleh banyak trader untuk menentukan arah dari momentum harga dan titik dimana momentum ini memiliki probabilitas yang lebih tinggi dari keadaan normal untuk berganti arah, khususnya untuk momentum jangka pendek. SAR adalah kepanjangan dari 'stop and reversal’.

Gambar 1

Parabolic SAR


Indikator popular ini dikembangkan oleh seorang ahli teknikal terkenal, WellesWilder, yang juga menciptakan relative strength index, dan indikator ini ditunjukkan dalam serangkaian titik-titik yang ditempatkan diatas atau dibawah pergerakan harga dalam sebuah grafik.

Parabolic SAR adalah sebuah indikator yang mengikuti tren, yang didasarkan pada teori bahwa sebuah tren yang kuat akan terus mengalami kenaikan kekuatan selama periode tertentu dan nantinya akan diikuti oleh pergerakan parabolik.

nterpretasi
Formula untuk mengkalkulasi indikator ini memang cukup rumit, tetapi interpretasi relatif mudah, bahkan bisa dibilang sangat sederhana. Titik-titik dibawah pergerakan harga mengindikasikan adanya momentum kenaikan dan titik-titik diatas pergerakan harga mengindikasikan potensi momentum penurunan.

Salah satu aspek yang harus diingat adalah posisi dari titik-titik ini nantinya akan digunakan dalam menentukan posisi pasar, tergantung dimana letaknya dibandingkan oleh pergerakan harga. Titik yang berada dibawah harga diinterpretasikan sebagai sinyal bullish dengan ekspektasi momentum masih dalam arah kenaikan. Sebaliknya, titik dibawah harga diinterpretasikan bahwa bearish sedang dalam kontrol dan kemungkinan masih akan bergerak turun.

Gambar 2

Parabolic SAR


Entry point pertama untuk posisi beli adalah ketika kisaran harga tertinggi terkini berhasil ditembus, disaat ini biasanya parabolic SAR akan berada dilevel kisaran harga terendah. Seiring dengan naiknya harga, titik-titik SAR nantinya akan mengikuti kenaikan, pertama denga lambat lalu kecepatannya mengalami kenaikan dan berakselerasi dengan tren. Sistem akselerasi ini akan bisa membuat trader dan investor untuk memperhatikan perkembangan tren dan pembentukannya. SAR akan bergerak lebih cepat bersamaan dengan tren yang terus menguat dan titik-titik SAR akan segera menyusul pergerakan harga. Indikator ini akan bekerja dengan baik dalam kondisi pasar yang trending, tetapi bisa menghasilkan banyak sinyal 'palsu' ketika harga bergerak sideways.

Perpindahan momentum terjadi ketika terjadi ‘cross over’ antara titik-titik parabolic dengan harga. Momentum naik berubah menjadi momentum turun ketika titik-titik parabolic yang tadinya berada dibawah harga, berubah menjadi diatas harga, dan begitu juga sebaliknya.

Trending Market atau Sideway?
Indikator ini sangat berharga karena merupakan metode paling mudah yang tersedia untuk menempatkan posisi stop-loss order. Reputasi ini terbangun dalam indikator ini khususnya dalam pasar yang trending. Karena inilah indikator ini sangat sering digunakan dalam membuat posisi short-selling.

Penting diingat bahwa indikator ini bersifat mekanis dan akan selalu mengasumsikan bahwa trader memiliki posisi beli dan jual. Kemampuan dari parabolic SAR merespon perubahan kondisi menghilangkan semua emosi manusia dan membuat trader untuk disiplin. Tetapi disisi lain, menggunakan indikator ini dalam periode konsolidasi bisa menghasilkan sinyal-sinyal yang tidak akurat.

Gambar 3

Parabolic SAR


Pada gambar 3 terlihat bahwa parabolic SAR menghasilkan sinyal-sinyal yang akurat pada kondisi pasar yang sedang bergerak dalam keadaan tren.

Karena memang indikator ini lebih cocok ketika digunakan dalam pasar yang sedang bergerak satu arah atau trending market, maka disarankan untuk mengkonfirmasi dahulu apakah pasar sedang dalam keadaan tren atau tidak. Untuk itu, kita harus bisa terlebih dahulu dalam melakukan analisa tren pasar.

Kondisi pasar yang sedang bergerak sideway atau konsolidasi akan sering menghasilkan sinyal-sinyal yang tidak akurat, karena titik-titik parabolic akan dengan mudah dan cepat berganti momentum diatas atau dibawah harga.

Gambar 4

Parabolic SAR


Perhatikan dalam gambar 4, pasar yang sedang dalam keadaan konsolidasi setelah penurunan tajam, atau bisa dikatakan bergerak sideway pada kisaran tertentu, parabolic SAR cenderung memberikan indikasi dan sinyal yang kurang akurat.

Sinyal yang dihasilkan oleh parabolic SAR memungkinkan trader untuk bisa memanfaatkan pembentukan tren lebih awal. Jika tren gagal terbentuk, titik-titik parabolic akan beralih dan berganti posisi baik diatas maupun dibawah harga. Nah, karena itulah akan menghasilkan sinyal stop and reversal.

Penutup
Parabolic SAR adalah indikator yang mumpuni untuk menyediakan sinyal masuk dan keluar pasar. Sinyal beli dan jual akan dihasilkan dari perpindahan titik-titik parabolic terhadap harga. Indikator ini juga bisa dimanfaatkan untuk bisa mengenali tren pasar lebih awal.

Walaupun begitu, indikator ini memiliki kekurangan ketika pasar sedang bergerak sideway atau konsolidasi. Sinyal-sinyal yang dihasilkan bisa tidak akurat. Untuk itu disarankan agar mengkombinasikan parabolic SAR ini dengan indikator momentum atau tren lainnya.

Gambar 5

Parabolic SAR


Anda bisa coba kombinasikan indikator ini dengan Moving Averages untuk melihat bagaimana kekuatan tren yang sedang terjadi. Atau anda bisa gabungkan penggunaannya dengan indikator momentum lainnya seperti RSI dan Stochastic untuk menganalisa apakah pergantian momentum memang terkonfirmasi.

Anda bisa lihat pada gambar 5, dimana sinyal sell yang terjadi dibarengi oleh perpotongan garis Moving Average, sinyal sell ini diperkuat oleh kondisi bearish yang dihasilkan oleh perpotongan ke bawah garis Moving Average.